Menu

Mode Gelap
Bulan Inklusi Keuangan: Tingkatkan Literasi Keuangan dan Investasi di Kalangan Masyarakat Nusantara Bahasa Jadi Fondasi Peradaban IKN: Otorita IKN Tegaskan Komitmen pada Penguatan Bahasa Nasional NusaPadu: Lompatan Baru Menuju Perencanaan Terpadu Ibu Kota Nusantara Menelusuri Sejarah Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin, Warisan Kesultanan Kutai yang Tetap Kokoh Hingga Kini Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin Resmi Ditetapkan sebagai Cagar Budaya, Simbol Persatuan Masyarakat Kutai

BERITA DAERAH · 24 Okt 2025 17:15 WITA ·

Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin Resmi Ditetapkan sebagai Cagar Budaya, Simbol Persatuan Masyarakat Kutai


 Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin merupakan salah satu masjid bersejarah yang terletak di Kelurahan Panji, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Masjid ini berdiri megah di dalam kompleks Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan menjadi saksi perjalanan panjang sejarah serta perkembangan Islam di tanah Kutai. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi simbol warisan budaya dan religius yang terus dilestarikan hingga kini. Perbesar

Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin merupakan salah satu masjid bersejarah yang terletak di Kelurahan Panji, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. Masjid ini berdiri megah di dalam kompleks Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan menjadi saksi perjalanan panjang sejarah serta perkembangan Islam di tanah Kutai. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi simbol warisan budaya dan religius yang terus dilestarikan hingga kini.

KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA — Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin, yang menjadi salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Kutai Kartanegara, kini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan ini dilakukan setelah melalui proses panjang penelitian, verifikasi, dan penilaian mendalam oleh tim ahli dari pusat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar.

Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, menjelaskan bahwa tahapan penetapan bangunan bersejarah sebagai cagar budaya tidak dilakukan secara instan. Prosesnya mencakup pengumpulan data kepemilikan lahan, sejarah pembangunan, serta pemeriksaan menyeluruh terhadap struktur bangunan dan material aslinya.

“Kami menelusuri data kepemilikan lahan sejak awal berdirinya, termasuk tahun pembelian, bahan bangunan, dan latar sejarahnya. Semua itu menjadi dasar untuk menilai keaslian dan kelayakan bangunan sebagai cagar budaya,” ungkap Puji pada Jum’at (24/10/2025).

Ia menegaskan bahwa elemen asli bangunan, seperti atap sirap khas tradisional, harus tetap dipertahankan agar nilai autentik dan filosofis masjid tidak hilang. Pergantian material utama tanpa izin dapat mengubah makna historis dari bangunan tersebut.

“Atapnya tidak boleh diganti. Kalau diganti, maknanya akan berubah dan tidak lagi dianggap sebagai cagar budaya,” tambahnya.

Lebih lanjut, Puji mengungkapkan bahwa proses verifikasi dari pusat dilakukan dengan sangat teliti. Tim penilai memeriksa struktur bangunan, bukti dokumentasi sejarah, serta memastikan keberlanjutan fungsi sosial dan religius masjid bagi masyarakat.

“Penilaian dari pusat itu ketat. Mereka tidak hanya menilai bentuk fisik, tapi juga nilai sejarah dan manfaatnya bagi masyarakat,” jelasnya.

Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin sendiri memiliki nilai sejarah yang sangat penting. Didirikan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara, masjid ini menjadi simbol persatuan umat Islam di wilayah Tenggarong dan sekitarnya.

“Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga saksi sejarah bagaimana Kesultanan Kutai menyatukan masyarakat melalui ajaran Islam. Nilai kebersamaan dan gotong royong masih terasa sampai sekarang,” ujar Puji.

Meski begitu, Puji mengakui bahwa terdapat sejumlah tantangan dalam proses penetapan cagar budaya di Kukar, terutama terkait status kepemilikan bangunan. Beberapa bangunan tua yang memiliki potensi sejarah dimiliki oleh pihak swasta atau perusahaan, sehingga memerlukan izin khusus untuk dilakukan penelitian.

“Banyak bangunan bersejarah yang ternyata milik pribadi atau perusahaan, seperti di area Pertamina. Untuk menelitinya, kami harus mengurus izin khusus dan prosesnya cukup panjang,” jelasnya.

Puji menambahkan, tidak semua bangunan tua otomatis masuk kategori cagar budaya. Penilaian dilakukan berdasarkan nilai sejarah, fungsi sosial, serta keterkaitan bangunan dengan perjalanan budaya daerah.

Dengan penetapan Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin sebagai cagar budaya, Disdikbud Kukar berharap masyarakat turut menjaga keaslian bangunan dan memanfaatkannya sebagai sarana edukasi sejarah bagi generasi muda.

“Kami berharap masjid ini tidak hanya ramai karena kegiatan ibadah, tetapi juga menjadi tempat pembelajaran bagi siswa dan masyarakat tentang sejarah Kutai Kartanegara,” tutup Puji.

 

ADV Disdikbud Kukar
Pewarta : Indirwan
Editor  : Fairuzzabady
@2025
Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Menelusuri Sejarah Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin, Warisan Kesultanan Kutai yang Tetap Kokoh Hingga Kini

24 Oktober 2025 - 18:15 WITA

KN 40

Disdikbud Kukar Dorong Pendidikan Karakter Berbasis Sejarah dan Budaya Lokal

24 Oktober 2025 - 16:15 WITA

KN 38

Ziarah ke Makam Kesultanan Jadi Pembelajaran Bersejarah bagi Siswa SMPN 1 Tenggarong

24 Oktober 2025 - 15:15 WITA

KN 37

Sekda Kukar Sunggono Saksikan Pawai Ta’aruf MTQ ke-46, Cermin Kebersamaan dan Semangat Gerakan Etam Mengaji

24 Oktober 2025 - 14:15 WITA

prokompim 23

Disdikbud Kukar Gelar Ziarah ke Makam Kesultanan Kutai, Wujud Pelestarian Sejarah dan Marwah Peradaban Daerah

24 Oktober 2025 - 13:15 WITA

KN 36

Polres Kukar Gelar Apel Bersama Ojek Online dan Buruh Serta Program Warung Berkah

24 Oktober 2025 - 12:15 WITA

lip019c
Trending di BERITA DAERAH