KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA — Di balik kemegahan arsitektur dan nilai religiusnya, Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin menyimpan sejarah panjang perjalanan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Masjid ini menjadi salah satu simbol penyebaran Islam di wilayah Kutai sekaligus bukti nyata peran Kesultanan dalam membangun harmoni masyarakat.
Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya Disdikbud Kukar, M. Saidar, menjelaskan bahwa berdirinya masjid ini berkaitan erat dengan masa pemerintahan Sultan A.M. Parikesit, Sultan Kutai ke-19, yang memerintah sejak tahun 1920 hingga 1959.
“Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin didirikan setelah Sultan A.M. Parikesit dinobatkan sebagai Sultan Kutai. Beliau bergelar Adji Kaget, dan pada masa pemerintahannya, Islam semakin berkembang pesat di wilayah Kukar,” tutur Saidar pada Jum’at (24/10/2025).
Menurutnya, pembangunan masjid ini dilakukan sekitar tahun 1927, sebagai bagian dari upaya memperkuat syiar Islam di Kutai Kartanegara. Uniknya, struktur utama masjid menggunakan 16 tiang kayu yang berasal dari Keraton lama, menjadikan bangunan ini memiliki nilai historis yang tinggi.
“Tiang-tiang masjid berasal dari keraton lama, berjumlah enam belas. Ini yang membuatnya memiliki nilai sejarah luar biasa karena menjadi penghubung antara arsitektur istana dan rumah ibadah,” jelasnya.
Seiring waktu, masjid ini mengalami renovasi pada tahun 1937, namun bentuk aslinya tetap dipertahankan. Hingga kini, masjid tersebut masih menjadi milik Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan dikelola langsung oleh pihak kerabat kesultanan.
“Pengurus masjid wajib berasal dari kerabat Kesultanan. Itu sudah menjadi tradisi turun-temurun yang masih dijaga sampai sekarang,” kata Saidar.
Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin juga memiliki hubungan genealogis yang kuat dengan para Sultan Kutai terdahulu, yakni Sultan A.M. Sulaiman, Sultan A.M. Alimuddin, dan Sultan A.M. Parikesit. Mereka adalah bagian dari garis keturunan yang mewariskan nilai-nilai keislaman dan budaya hingga kini.
Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya masyarakat sekitar. Keberadaannya menjadi bukti bahwa nilai-nilai religius dan tradisi kesultanan masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat modern.
“Masjid ini bukan sekadar bangunan tua, tetapi simbol sejarah dan spiritualitas masyarakat Kutai Kartanegara. Ia menjadi pengingat bahwa Islam dan budaya daerah telah menyatu sejak lama,” pungkas Saidar.
ADV Disdikbud Kukar Pewarta : Indirwan Editor : Fairuzzabady @2025
















