Kumalanews – Rotan sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berpotensi tinggi di bidang ekonomi ini, ternyata juga memiliki beberapa keunikan. Jika rotan diolah maka akan menghasilkan berbagai macam hasil dari kerajinan tangan atau anyaman, yang menjadi nilai seni dan harga jual cukup tinggi.
Misalnya saja Ety, seorang pengerajin rotan yang berada di Tenggarong, Kutai Kartanegara, setiap harinya memproduksi kerajinan atau anyaman buah tangan dari rotan dan menjadi sebuah karya yang unik.
Pada proses awal, sebelum rotan-rotan di anyam, terlebih dahulu batang rotan yang sudah kering di belah menjadi beberapa bagian agar memudahkan untuk di raut.
Setelah dibelah, rotan pun di raut dengan menggunakan pisau. Dan proses ini dibutuhkan konsentrasi serta penuh kehati-hatian. Jika tersalah maka jari akan terluka.
Usai diraut, proses selanjutnya dilakukan penggarisan pada rotan dengan menggunakan sebuah alat pisau bermata dua, agar ukuran rotan yang dibelah tadi menjadi sama.
Rotan-rotan yang dibelah menjadi beberapa bagian itu, kemudian diraut kembali agar menjadi halus dan lemah sehingga ketika di anyam lebih mudah.
“Pada proses ini saya menggunakan alat seadanya atau manual saja, tak jarang jari-jari saya sering terluka,” ungkap Ety.
Tak hanya itu, pada proses tersebut Ety bisa menghabiskan waktu satu hari, untuk membelah rotan dan merautnya. Sehingga ketika di anyam nanti akan lebih mudah.
Setelah selesai semua, tahapan selanjutnya rotan-rotan tersebut di anyam dan akan dijadikan berbagai jenis karya kerajinan yang diinginkan.
Biasanya Ety sendiri membuat anjat atau tas kecil dan tas besar, yang setiap hari diproduksi untuk memenuhi permintaan pasar maupun perorangan disejumlah daerah.
Untuk membuat anjat atau tas kecil dan tas besar, biasanya Ety membutuhkan waktu dua hari. Namun tergantung motif yang diinginkan.
“Pada proses ini juga membutuhkan konsentrasi yang tinggi serta kehatian-hatian, jika tersalah anyaman akan rusak dan mengulang kembali,” beber Ety.
Untuk pewarnaan pada rotan, Ety biasanya menggunakan pewarna alami yang juga melalui beberapa proses dengan memakan waktu dua hari, agar warna selalu menempel lama di rotan.
Meski hanya menggunakan alat sederhana atau manual, hasil karya Ety ini sering diburu oleh pecinta anyaman rotan dari berbagai daerah di antaranya, Samarinda, Balikpapan hingga Provinsi Kalimantan Barat serta Kalimantan Tengan dan Jakarta.
“Karya anyaman rotan milik saya ini banyak menerima pemintaan, sehingga saya pun kewalahan untuk memproduksinya,” terang Ety.
Untuk harga jual anjat atau tas kecil ini dibandrol Rp. 150 ribu hingga Rp. 200 ribu. Sedangkan ajat atau tas besar di patok harga Rp. 200 hingga Rp. 350 ribu, namun tergantung motif dan tingkat kesulitannya.
Jika anda tertarik serta berminat untuk memesan atau membelinya, silahkan saja datang ke jalan Gunung Belah Beringin 1, Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, atau biasa dikenal dengan Ety Zefnia.(ruz)