KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA – Dalam setiap rangkaian Erau Adat Kutai Kartanegara Ing Martadipura, selalu hadir satu tarian sakral yang menjadi bagian penting dari ritual Bepelas, yakni Tari Dewa Memanah.
Tarian ini merupakan warisan sakral Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Gerakannya menggambarkan sosok Dewa yang melepaskan panah ke empat penjuru mata angin sebagai simbol untuk mengusir gangguan dari dimensi lain, memohon keselamatan, serta restu agar jalannya ritual berlangsung lancar.

Tari Dewa Memanah yang dibawakan penari perempuan, Dewa Belian, pada malam ritual sakral Bepelas Sultan. (Foto. Dok: Awal)
Tari Dewa Memanah dibawakan oleh penari perempuan yang disebut Dewa Belian. Dalam prosesi, penari menggunakan busur dan anak panah berujung tujuh cabang api yang melambangkan kekuatan dan perlindungan. Panah dilepaskan ke arah hulu sungai, muara sungai, matahari terbit, dan matahari terbenam. Setiap gerakan mengandung makna kepahlawanan, ketekunan, serta perlindungan bagi masyarakat.
Suasana sakral semakin terasa ketika tarian diiringi alunan gamelan. Dalam beberapa prosesi, iringan dapat berupa lantunan mantra dan ritme tubuh, menambah kekhusyukan jalannya ritual.
Lebih dari sekadar ritual pengusir marabahaya, Tari Dewa Memanah juga dimaknai sebagai upaya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, serta harmoni antara alam dengan Sang Pencipta.
Melalui festival Erau yang rutin digelar, Tari Dewa Memanah terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda. Hal ini menjadi bagian penting dari upaya menjaga warisan budaya tanah Kutai agar tetap hidup di tengah masyarakat.
Pewarta & Editor : Fairuzzabady