KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA — Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin, yang menjadi salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Kutai Kartanegara, kini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan ini dilakukan setelah melalui proses panjang penelitian, verifikasi, dan penilaian mendalam oleh tim ahli dari pusat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, menjelaskan bahwa tahapan penetapan bangunan bersejarah sebagai cagar budaya tidak dilakukan secara instan. Prosesnya mencakup pengumpulan data kepemilikan lahan, sejarah pembangunan, serta pemeriksaan menyeluruh terhadap struktur bangunan dan material aslinya.
“Kami menelusuri data kepemilikan lahan sejak awal berdirinya, termasuk tahun pembelian, bahan bangunan, dan latar sejarahnya. Semua itu menjadi dasar untuk menilai keaslian dan kelayakan bangunan sebagai cagar budaya,” ungkap Puji pada Jum’at (24/10/2025).
Ia menegaskan bahwa elemen asli bangunan, seperti atap sirap khas tradisional, harus tetap dipertahankan agar nilai autentik dan filosofis masjid tidak hilang. Pergantian material utama tanpa izin dapat mengubah makna historis dari bangunan tersebut.
“Atapnya tidak boleh diganti. Kalau diganti, maknanya akan berubah dan tidak lagi dianggap sebagai cagar budaya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Puji mengungkapkan bahwa proses verifikasi dari pusat dilakukan dengan sangat teliti. Tim penilai memeriksa struktur bangunan, bukti dokumentasi sejarah, serta memastikan keberlanjutan fungsi sosial dan religius masjid bagi masyarakat.
“Penilaian dari pusat itu ketat. Mereka tidak hanya menilai bentuk fisik, tapi juga nilai sejarah dan manfaatnya bagi masyarakat,” jelasnya.
Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin sendiri memiliki nilai sejarah yang sangat penting. Didirikan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara, masjid ini menjadi simbol persatuan umat Islam di wilayah Tenggarong dan sekitarnya.
“Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga saksi sejarah bagaimana Kesultanan Kutai menyatukan masyarakat melalui ajaran Islam. Nilai kebersamaan dan gotong royong masih terasa sampai sekarang,” ujar Puji.
Meski begitu, Puji mengakui bahwa terdapat sejumlah tantangan dalam proses penetapan cagar budaya di Kukar, terutama terkait status kepemilikan bangunan. Beberapa bangunan tua yang memiliki potensi sejarah dimiliki oleh pihak swasta atau perusahaan, sehingga memerlukan izin khusus untuk dilakukan penelitian.
“Banyak bangunan bersejarah yang ternyata milik pribadi atau perusahaan, seperti di area Pertamina. Untuk menelitinya, kami harus mengurus izin khusus dan prosesnya cukup panjang,” jelasnya.
Puji menambahkan, tidak semua bangunan tua otomatis masuk kategori cagar budaya. Penilaian dilakukan berdasarkan nilai sejarah, fungsi sosial, serta keterkaitan bangunan dengan perjalanan budaya daerah.
Dengan penetapan Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin sebagai cagar budaya, Disdikbud Kukar berharap masyarakat turut menjaga keaslian bangunan dan memanfaatkannya sebagai sarana edukasi sejarah bagi generasi muda.
“Kami berharap masjid ini tidak hanya ramai karena kegiatan ibadah, tetapi juga menjadi tempat pembelajaran bagi siswa dan masyarakat tentang sejarah Kutai Kartanegara,” tutup Puji.
ADV Disdikbud Kukar Pewarta : Indirwan Editor : Fairuzzabady @2025
















