KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai pihak termohon atas perkara dengan nomor 163/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kukar, Awang Yacoub Luthman dan Akhmad Zais memberikan jawaban yang diterima Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (22/01/2025).
Rudi Gunawan sebagai pihak termohon yang bertindak atas jabatanya sebagai ketua KPU Kukar memberikan kuasa khusus kepada beberapa 24 Lawyer yang bekerja pada kantor Firma Hicon di Jakarta Pusat.
Dalam eksepsi tertulis bahwa MK tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan hasil pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara 2024 yang diajukan pemohon.
Terdapat beberapa dasar hukum yang menjadi alasan MK tidak berwenang diantaranya UU No. 1 tahun 2016 tentang penetapan Perpu No. 1 tahun 2014, tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, masing-masing lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik, pelanggaran administrasi, penyelesaian sengketa, tindak pidana pemilihan, sengketa tata usaha negara, maupun perselisihan hasil pemilihan yang diatur dalam UU pemilihan dan beberapa alasan lainnya.
“Objek yang dipersoalkan oleh pemohon pada dasarnya mengenai keterpenuhan persyaratan pencalonan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kukar sebagaimana telah ditetapkan oleh termohon (KPU Kukar) nomor 1131 tahun 2024 tentang penetapan Bupati dan Wakil Bupati Kukar tahun 2024 tanggal 22 September 2024,” tulis kuasa hukum Rudi Gunawan dalam lembar jawaban termohon.
Pemohon secara tersirat maupun tersurat mengajukan permintaan kepada MK untuk sekaligus menilai sikap KPU RI dalam menerbitkan peraturan KPU nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang menurut pemohon enggan melaksanakan putusan MK secara konsekuen.
Desain konstitusional kelembagaan kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh MA dan MK. Hal tersebut sebagaimana ketentuan pasal 24 ayat 2 UU NRI 1945.
Sementara itu berkaitan dengan perbedaan kompetensi mengadili perkara pengujian peraturan perundang-undangan dilandasi oleh konsep teoritis bahwa MK berwenang melakukan pengujian konstitusional sedangkan MA berwenang melakukan pengajian legalitas.
“Menurut permohon MK tidak berwenang mengadili permohonan pemohon sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan,” paparnya dalam lembar jawaban termohon.(adv/kpukukar/ind/ruz)