KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA – Suara dentuman meriam menggema dari halaman Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Minggu (21/9/2025) malam. Suara ini bukan sekadar tanda perayaan, melainkan penanda dimulainya salah satu ritual paling sakral dalam rangkaian Erau Adat, yaitu Bepelas.
Ritual Bepelas dipimpin langsung oleh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-XXI, Aji Muhammad Arifin. Dengan khidmat, Sultan melangkah menuju Tiang Ayu, sebuah tiang sakral yang menjadi pusat prosesi Erau. Dalam perjalanannya, Sultan memegang kain cinde dengan tangan kiri dan menggenggam tali juwita dengan tangan kanan, simbol keseimbangan antara adat, spiritualitas, dan kepemimpinan.
Setibanya di hadapan Tiang Ayu, Sultan kemudian menginjak pusaka Gong Raden Galuh. Saat itu pula dentuman meriam kembali dilepaskan, menegaskan momen sakral yang disaksikan oleh para kerabat Kesultanan, undangan, serta masyarakat yang hadir.
Bepelas bukanlah prosesi yang berdiri sendiri. Sebelum dilaksanakan, sejumlah ritual adat terlebih dahulu digelar. Di antaranya adalah prosesi merangin di Serapo Belian, kecuali jika jatuh pada malam Jumat, yang memiliki pengecualian khusus dalam adat.
Selain itu, pawang acara akan melantunkan mantra-mantra sakral untuk memanggil dan menghadirkan Dewa Karang serta Pangeran Sri Ganjur. Kedua sosok tersebut diyakini sebagai penjaga Tiang Ayu, yang berperan melindungi prosesi dari gangguan yang dapat mengganggu kekhidmatan jalannya ritual.
Menurut penuturan Raden Dedi, salah satu kerabat Kesultanan, Bepelas memiliki makna yang dalam bagi seorang Sultan.
“Bepelas ini dimaksudkan agar Sultan mendapatkan kekuatan dalam menjalankan tugas pemerintahan sekaligus melaksanakan adat,” ujarnya.
“Dengan kata lain, ritual ini bukan hanya simbol sakral, tetapi juga doa dan harapan agar Sultan senantiasa diberkahi kekuatan lahir dan batin,” sambungnya.
Ritual Bepelas umumnya dilaksanakan mulai malam pertama hingga malam ketujuh penyelenggaraan Erau. Prosesi ini telah dijalankan secara turun-temurun oleh para Sultan Kutai Kartanegara sebagai bagian tak terpisahkan dari pesta adat. Setiap detail gerak, mantra, dan simbol di dalamnya sarat makna filosofis, yang menggambarkan hubungan erat antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Selepas prosesi utama Bepelas selesai, para hadirin dipersilakan memasuki ruang utama keluarga Kesultanan. Di sana, suasana penuh khidmat tetap terjaga, dilanjutkan dengan beberapa rangkaian acara adat lainnya yang melengkapi perjalanannya.
Dentuman meriam yang terdengar di malam itu menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa Erau bukan sekadar pesta rakyat, melainkan ritual sakral dengan akar sejarah panjang. Bepelas menegaskan peran Sultan bukan hanya sebagai pemimpin pemerintahan, tetapi juga pemangku adat yang menjaga marwah dan keluhuran tradisi Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Pewarta & Editor : Fairuzzabady