KUMALANEWS.ID, KUTAI KARTANEGARA – Ajang budaya Erau Adat Kutai Kartanegara Ing Martadipura 2025 kembali memikat publik lewat ragam seni dan tradisi. Salah satunya adalah penampilan tarian “Tapak Lembayung” yang ditampilkan di Stadion Rondong Demang Tenggarong, Minggu (21/9/2025). Tarian ini hadir bukan sekadar pertunjukan, tetapi membawa pesan filosofis tentang perjalanan hidup manusia.
Menurut koreografer sekaligus penanggung jawab pementasan, Aji Sri Anggraini Chandranila, Tapak Lembayung berkisah tentang tujuh dewi yang turun ke bumi pada waktu senja, ketika langit mulai berwarna jingga. Para dewi tersebut menyebarkan filosofi kehidupan melalui warna-warna pada busana mereka.
“Warna kuning melambangkan keagungan, merah berarti kepiwahan, ungu menggambarkan kemewahan, hitam mencerminkan sifat pemarah, hijau melambangkan keberkahan dan rezeki, biru menggambarkan keharuan atau kesedihan, sementara putih menjadi simbol kesucian serta kemurnian,” terangnya.
Simbolisme warna itu dipadukan dengan gerak tari yang anggun, menciptakan gambaran filosofis tentang kehidupan. Setiap langkah penari dimaknai sebagai jejak para dewi di bumi, sesuai dengan arti judul Tapak Lembayung.
Tarian ini merupakan garapan Kesenian Kesultanan Cahaya Kedaton. Meski bukan berasal dari sanggar seni formal, karya ini tumbuh dari semangat pelestarian budaya yang kuat di lingkungan kerabat Kesultanan Kutai. “Latihan rutin tetap menjadi kunci. Meski kadang ada kesalahan kecil, dari situlah tarian ini semakin matang,” tutur Sri Anggraini.
Sebelumnya, Tapak Lembayung sudah dipentaskan dalam berbagai ajang, seperti East Borneo International Folklore Festival (EBIFF), dan acara adat Kesultanan. Namun, tampil di panggung utama Erau 2025 menjadi momentum penting untuk memperkenalkan karya ini lebih luas.
Sri Anggraini berharap, dengan tampil di festival besar seperti Erau, Tapak Lembayung semakin dikenal masyarakat sekaligus memotivasi generasi muda untuk mencintai kesenian tradisi. “Mudah-mudahan tarian ini bisa lebih sering dibawakan dan diterima di berbagai acara budaya, baik di dalam maupun luar daerah,” ucapnya.
Selain Tapak Lembayung, Cahaya Kedaton juga memiliki sejumlah karya tari lainnya, mulai dari tari Sopeng, kreasi kontemporer bernuansa Jepang, hingga berbagai tari tradisi yang dipadukan dengan inovasi modern. Semua itu menjadi bukti bahwa seni budaya Kutai terus hidup, beradaptasi, dan memberi warna baru tanpa meninggalkan akar tradisinya.
Pewarta & Editor : Fairuzzabady