Menu

Mode Gelap
Peringati HUT ke-24, GEPAK Tegaskan Dukungan Penuh terhadap Pembangunan IKN Pemerintah Tegaskan Tata Kelola AI Harus Human-Centric, Dewan Pers Bekali Jurnalis dengan Panduan Etika Penggunaannya New Media vs Media Lama: Siapa yang Lebih Didengar Publik? Disdikbud Kukar Gelar Pentas Seni dan Mamanda, Kukuhkan Identitas Budaya Lewat Kreativitas Pelajar Disdikbud Kukar Siapkan Generasi Kreatif, Sinergikan Pendidikan Vokasi dengan Dekranasda

NASIONAL · 23 Okt 2025 15:15 WITA ·

New Media vs Media Lama: Siapa yang Lebih Didengar Publik?


 New Media vs Media Lama: Siapa yang Lebih Didengar Publik? Perbesar

KUMALANEWS.ID, JAKARTA – Kehadiran new media dan influencer dinilai telah mengubah cara publik mengonsumsi informasi serta membentuk opini di ruang publik. Dalam salah satu diskusi di sela gelaran Indonesia Digital Conference (IDC) 2025, sejumlah tokoh media membahas bagaimana relasi antara media konvensional, media baru, dan influencer kian kabur seiring berkembangnya ekosistem digital.

Perubahan besar kini terjadi pada cara publik mengonsumsi informasi. “Opini publik mulai bergeser. Sekarang influencer bisa mempengaruhi media dan publik secara bersamaan,“ ujar Helena Rea, Head of Project BBC Media Action Indonesia dalam panel diskusi pada rangkaian IDC 2025 diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang bertema Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital di The Hub Sinarmas Land, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Ketika audiens bergeser ke influencer dan media baru (new media), muncul pertanyaan baru: siapa sebenarnya jurnalisnya? Sementara, kata Helena, media tradisional masih menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan format baru. Padahal, media harus bisa fokus pada kebutuhan audiensnya.

Anggota Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti menyebut bahwa istilah new media hingga kini belum memiliki definisi yang baku. Namun dalam praktiknya, new media diisi oleh para influencer yang aktif menyiapkan, mengolah, dan menyajikan informasi kepada publik.

“Influencer kini bisa mempengaruhi persepsi publik. Mereka punya kedekatan emosional dengan audiens yang kadang tidak dimiliki media arus utama,” ujar Niken dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, Wahyu Aji, CEO Good News From Indonesia (GNFI), menilai new media kini berpusat di platform media sosial. Namun, ia memperkirakan bahwa influencer yang selama ini beroperasi tanpa “rumah media” (homeless media) suatu saat akan bermigrasi ke situs web dan berkembang menjadi media arus utama.

Dia pun menjawab pertanyaan kenapa new media saat ini bisa dekat dengan Masyarakat dan mampu mempengaruhi opini publik. “Kami belajar dari kebutuhan audiens. Mereka tidak hanya ingin berita, tapi juga konten berbasis hobi, kuliner, hingga hal-hal lokal. New media bisa menyajikan informasi dengan cara yang lebih santai dan sesuai selera publik,” ujarnya.

Ia menambahkan, keunggulan new media adalah kemampuan melihat langsung respons audiens dari performa konten yang dipublikasikan, sehingga dapat terus beradaptasi dengan cepat.

COO KapanLagi Youniverse (KLY) Wenseslaus Manggut menyoroti bahwa jurnalis dan influencer kini memiliki peran yang saling beririsan. Bahkan kemampuan dan pengalaman jurnalis seharusnya mampu menjadi influencer dalam medianya atau di new media.

“Wartawan yang berpengalaman di satu bidang sebenarnya bisa jadi influencer, tapi banyak yang kurang percaya diri untuk tampil. Padahal, ketika orang yang paham bicara langsung ke publik, pengaruhnya bisa jauh lebih kuat,” katanya.

Di balik peluang media baru yang mampu membentuk opini publik ini, tantangan besar juga muncul. Menurut Wahyu, verifikasi informasi menjadi tantangan utama bagi new media karena arus informasi bergerak sangat cepat.

“Respons terhadap informasi begitu cepat sehingga kami terpacu memproduksi konten lagi dengan cepat. Di situ kadang muncul masalah, seperti kurang bijak dalam memframing berita dari media mainstream,” ujarnya.

Artinya, peran jurnalis dan media dalam menyampaikan informasi masih tetap dibutuhkan. Apalagi new media pun tetap membutuhkan media untuk mencari dan mengolah informasi yang akan disampaikannya.

Para narasumber sepakat bahwa kolaborasi antara media arus utama, new media, dan influencer perlu terus dibangun. Bukan hanya agar informasi yang beredar lebih kredibel, tetapi juga untuk memastikan narasi publik terbentuk secara sehat dan bertanggung jawab di tengah derasnya arus digitalisasi informasi.

Agenda Tahunan

AMSI kembali menyelenggarakan ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan, pada 22–23 Oktober 2025. Tahun ini, IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, yang menyoroti pentingnya kedaulatan dan kemandirian industri media dalam menghadapi gelombang transformasi digital berbasis kecerdasan buatan (AI).

 

@2025
Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Pemerintah Tegaskan Tata Kelola AI Harus Human-Centric, Dewan Pers Bekali Jurnalis dengan Panduan Etika Penggunaannya

23 Oktober 2025 - 16:15 WITA

amsi6

IDC 2025, AMSI: Ada Ancaman AI Terhadap Eksistensi Media

22 Oktober 2025 - 16:15 WITA

lip018h

AMSI Gelar Indonesia Digital Conference (IDC) 2025, Mengangkat Tema Besar ‘Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”

21 Oktober 2025 - 21:15 WITA

WhatsApp Image 2025 10 21 at 19.37.50

AMSI Gelar Diskusi Publik: Membangun Ekosistem Digital yang Demokratis dan Inklusif Berbasis HAM

16 Oktober 2025 - 16:15 WITA

amsi3

Dewan Pers Dorong Perlindungan Karya Jurnalistik dalam Revisi RUU Hak Cipta

16 Oktober 2025 - 15:15 WITA

amsi1

Didaulat jadi Duta Posbankum Se Indonesia, Gubernur Sherly Pastikan Akses Keadilan telah melewati batas kota dan masuk ke Desa, kepulauan dan Dusun

13 Oktober 2025 - 12:15 WITA

lip016c
Trending di NASIONAL