KUMALANEWS.ID, YOGYAKARTA – Ribuan pasang mata tumpah ruah memenuhi kawasan Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, tepat di titik nol kilometer Yogyakarta, Sabtu malam (28/6/2025). Bukan sekadar menyaksikan pertunjukan seni, mereka larut dalam denting budaya yang datang jauh dari hulu Mahakam, Kutai Kartanegara (Kukar).
Sejak pagi, suasana penuh nostalgia sudah terasa. Permainan tradisional seperti enggrang, bakiak, hingga begasing dimainkan penuh semangat oleh mahasiswa asal Kukar yang kini menimba ilmu di Yogyakarta. Bukan hanya mempertontonkan permainan rakyat, mereka seakan merangkai kembali kenangan dan identitas dalam semangat Eroh Bebaya ke-7.
Puncak acara berlangsung meriah. Tarian-tarian khas Kutai meliuk di atas tanah Jawa, di bawah langit Yogyakarta yang hangat. Deretan stan kuliner dan pameran budaya berjajar rapi di sisi arena, menyuguhkan kekayaan warisan Kukar kepada para pengunjung—termasuk wisatawan mancanegara yang turut terhanyut dalam pesona pertunjukan.
Seorang turis asing bahkan tampak tersenyum lebar saat disodori makanan khas Kutai oleh Wakil Bupati Kukar, Rendi Solihin. “Silakan dicoba, ini asli dari tanah kami,” ujarnya ramah sambil mengajak sang tamu berkeliling pameran mahasiswa yang digarap bersama Dinas Pariwisata, UMKM, dan Dispora Kukar.
Dalam sambutannya, Rendi Solihin mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Yogyakarta atas sambutan hangat dan ruang yang diberikan. “Kami berterima kasih atas fasilitasi dan keterbukaan ini, yang memungkinkan kami memperkenalkan budaya dan pariwisata Kutai Kartanegara di Daerah Istimewa Yogyakarta,” ucapnya.
Rendi Solihin, yang baru saja dilantik kembali sebagai Wakil Bupati bersama Bupati Aulia Rahman Basri di awal pekan ini, menyebut Eroh Bebaya sebagai kunjungan resmi pertamanya di periode kedua. “Ini bentuk komitmen kami: menjadikan budaya sebagai wajah Kukar di tingkat nasional bahkan internasional,” tegasnya di hadapan hadirin, termasuk sejumlah kepala dinas dari Kukar dan Provinsi Kalimantan Timur.
Menurut Rendi Solihin, Kutai Kartanegara tak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki kekayaan lain yang jauh lebih berharga: seni, budaya, dan manusianya. “Kukar adalah wilayah dari kerajaan Hindu tertua di republik ini. Kami bangga akan warisan budaya yang kami miliki,” katanya. Ia juga menyinggung bahwa kekayaan budaya itulah yang turut menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo menetapkan sebagian wilayah Kukar sebagai bagian dari Ibu Kota Nusantara (IKN).
Di kesempatan yang sama, Rendi juga memperkenalkan berbagai program keberpihakan Kukar terhadap dunia pendidikan. “Mahasiswa Kukar yang kuliah di Yogya, Malang, Bandung, Banjarmasin, hingga Makassar tidak perlu bayar kos. Kami siapkan mess gratis dengan fasilitas yang layak,” ungkapnya.
Rendi Solihin menyebut program itu sebagai bentuk nyata perhatian terhadap generasi muda. “Karena masa depan Kutai Kartanegara bukan hanya ditopang batu bara dan sawit, tapi juga oleh anak-anak mudanya yang cerdas dan peduli,” pungkas Rendi.
Malam terus beranjak, namun semangat tetap menyala. Di tengah denting musik, tawa riuh, dan aroma kopi khas Kukar yang disuguhkan cuma-cuma, Eroh Bebaya ke-7 menjelma lebih dari sekadar pagelaran budaya. Ia menjadi jembatan antara timur dan tengah, antara akar dan asa, antara Kukar dan dunia. (*)